Skip to main content

Perubahan gaya distribusi produk pertanian

        
            Distribusi / penyampaian produk pertanian dari produsen (petani) hingga konsumen (umumnya masyarakat perkotaan) mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perkembangan tingkat pendidikan petani menyumbangkan peranan positif pada tingkat distribusi produk pertanian.

           Sistem pada pendistribusian produk pertanian dapat dibedakan menurut jalur dan pelaku distribusi;

a. Distribusi konvensional, dimana jalur dan jumlah pelaku distribusi sangat padat.
           Secara garis besar terdiri dari: Petani pedesaan, petani pengepul, pedagang besar, pedagang    pengecer, dan konsumen. Produk pertanian memerlukan 3-4 rotasi hingga sampai kepada konsumen. Distribusi semacam ini tidak efektif dan semakin ditinggalkan.

b. Distribusi setingkat, dimana pedagang menjadi satu-satunya pelaku distribusi.
           Sistem ini direalisasikan dengan berkurangnya rotasi produk pertanian. Perubahan  ini mulai muncul seiring dengan kesadaran petani dan pedagang pasar terhadap kualitas produk dan perubahan harga komoditi yang tak menentu. Susutnya tingkat rotasi memungkinkan produk yang sampai kepada konsumen lebih terjaga kesegarannya. Sistem ini mulai berkembang dengan adanya desa-madani, desa-mandiri, serikat-tani, kelompok-tani, dsb.

c. Distribusi tingkat lanjutan, dimana petani merangkap sebagai pedagang produk pertanian.
         Optimalisasi pendistribusian, dimana konsumen dapat membeli produk dari petani / penanam secara langsung. Dimana kepedulian petani pada ketersediaan produk sangat tinggi sehingga dapat memenuhi kuota permintaan dari konsumen. Petani mampu menyediakan outlet / gerai / lapak-jualan sendiri dimana persaingan harga yang terjadi sangat minim. Pembukaan event pertanian dilakukan sendiri oleh para petani dapat menjadi daya tarik terhadap konsumen. Petani ini biasa disebut sebagai petani-modern atau urban-farmer.

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan istilah kebun, sawah, ladang dan taman

     Kebun adalah istilah yang digunakan untuk menamai suatu bentangan lahan pertanian yang memiliki cakupan area yang luas. Karakteristik yang menonjol adalah komoditi yang ditanam sejenis dengan kapasitas pengelolaan lahan yang tinggi. Tenaga kerja tergolong ahli sehingga tiap orang dapat menangani area pertanian yang luas. Nama ini lebih sering kita jumpai dengan penyebutan kata "perkebunan".      Sawah adalah lahan pertanian terarah dengan komoditi pertaniannya didominasi tanaman-tanaman jenis serealia. Di Indonesia, lahan persawahan sangat dikenal dengan tanaman padinya. Lahan pertanian untuk tanaman serealia diusahakan pada bentangan yang datar karena jenis tanaman ini mudah rubuh jika terkena tiupan angin kencang.      Ladang adalah jenis tanah tidur yang masih dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dengan komoditi umumnya sejenis palawija. Tanaman palawija tahan terhadap cuaca yang cenderung kering. Ladang memiliki kelebihan karena lokasinya dapat ditempatkan

Legalisasi industri mebel

     Legalisasi (pengesahan) permebelan menjadi bukti bahwasanya produk yang dihasilkan dari proses pengolahan dalam kegiatan manufaktur bahan baku kayu olahan berasal dari jalur yang aman tanpa memberikan efek kerusakan pada alam seperti ilegal logging / pembalakan liar, pencurian kayu industri, penggelapan bahan baku perkayuan serta kegiatan yang berpotensi merusak alam lainnya. Berikut merupakan syarat dan data perizinan yang berlaku di Indonesia: A. Industri Mebel 1. Surat Izin Usaha Perdagangan / SIUP Landasan Hukum: Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 36/M-DAG/PER/9/2007 Persyaratan Permohonan Izin: untuk Perusahaan yang berbentuk CV. dan Firma, - Fotokopi Akta Notaris Pendirian Perusahaan / Akta Notaris yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri - Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/KTP Pemilik atau Pengurus atau Penanggungjawab Perusahaan - Surat Pernyataan dari Pemohon SIUP tentang lokasi usaha Perusahaan  - Foto Pemilik atau Pengurus atau Penang

Dekomposisi, Kontaminasi, Fermentasi dan Preservasi pada makanan

    Pembusukan / kerusakan produk makanan adakalanya berasal dari dekomposisi dan terkadang melalui kontaminasi zat tertentu. Keduanya mengalami perubahan kandungan nutrisi, tetapi dibedakan dengan adanya dekomposer dan zat kontaminan.     Dekomposer mengacu pada organisme yang dapat mempercepat terjadinya dekomposisi. Sedangkan, Zat kontaminan merupakan suatu zat yang tertambahkan dalam objek sehingga terjadi kontaminasi.     Organisme pendekomposisi diantaranya semut, belatung, jamur, dan bakteri. Perubahan nutrisi ditandai dengan berkurangnya protein terkandung akibat dekomposer dan muncul bau tidak sedap.     Kontaminasi bisa berasal dari organisme, zat kimia, maupun benda fisik yang jika termakan / dikonsumsi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi manusia. Gejala dan akibat yang ditimbulkan berbeda-beda, mulai dari mual hingga beresiko kanker.     Fermentasi pada umumnya, merupakan proses pengawetan dengan bantuan ragi. Glukosa dalam bahan baku makanan dirombak menghasil