Produksi pertanian secara sistematis mempengaruhi skema perdagangan di Indonesia. Umumnya, barang kebutuhan produksi lokal mempunyai daya saing yang tinggi dalam menekan harga di pasaran. Kebutuhan sembako misalnya, produk lokal yang digunakan memiliki harga yang standar menengah ke bawah dibanding produk impor tanpa subsidi. Pasokan produk pertanian biasanya didatangkan dari daerah pedesaan. Produk didistribusikan oleh agen distributor hingga akhirnya sampai ke tangan konsumen.
Dewasa ini, kenaikan harga kebutuhan pokok menjadi kendala yang sering dihadapi oleh masyarakat. Penyebab tingginya kenaikan harga produk antara lain, dikarenakan minimnya pasokan produk dari daerah, distribusi yang tidak merata, gagal panen, penyusutan produk saat pengiriman, hingga beralihnya produsen kepada pekerjaan lain. Kesinambungan antara lahan produksi-produsen-produk-dan distributor memiliki peran terhadap stabilnya harga produk di pasaran. Terganggunya salah satu bagian di atas dapat menyebabkan terjadinya kenaikan harga melebihi rata-rata.
Usaha kecil menengah seperti kios sayuran, pedagang buah, kedai dan berbagai warung makanan akan ikut terimbas dengan kenaikan harga. Harga produk olahan makanan naik dikarenakan harga bahan baku olahan semakin tinggi. Belum lagi kafe, mini market dan restoran yang memiliki lusinan karyawan, tentunya mereka akan menuntut kenaikan gaji karena harga barang kebutuhan semakin tinggi. Hal ini, dapat ditemui di berbagai lini kerja perkotaan yang notabene mendatangkan produk olahan dari daerah pedesaan. Pengusaha yang bijak dapat mengetahui situasi dan kondisi genting yang dapat berakibat pada kegagalan / bankrupt.
Tingginya harga bahan makanan olahan membawa rezeki tersendiri bagi para agriculturist. Lapangan kerja ini bukan ditujukan untuk mendongkrak harga agar terus naik. Diharapkan harga dapat stabil dengan asumsi "pengadaan produk pertanian yang berkesinambungan" dapat menjadi dasar yang konsisten pada naik-turunnya harga di pasaran. Pada tingkat produktifitas yang tinggi sering kali dapat menurunkan harga produk sehingga dapat semakin terjangkau oleh masyarakat. Stabilnya harga produk pertanian juga harus dibarengi dengan meningkatnya kualitas produk pertanian. Kualitas dapat ditentukan dengan fresh (segar) dan healthy (sehat) produk pertanian.
Pembuatan green house di lingkup perkotaan secara swadaya merupakan alternatif yang cukup baik untuk dipilih. Tentunya, biaya pembangunan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing individu. Teknik pertanian yang digunakan pun sebaiknya dibedakan dari pertanian reguler yang ada di sawah maupun ladang. Di sini, green house ditujukan pada efektifitas ruang dan kerja dengan tingkat produktifitas tinggi.
Penggunaan green house secara efektif dapat diperoleh dengan berbagai metode. Banyak eksperimen yang dilakukan oleh para agriculturist agar dapat memperoleh hasil yang maksimal. Misalnya, dengan sistem bertingkat atau vertikultur. Vertikultur memliki ciri dimana media tanam disusun / diletakkan vertikal. Dengan susunan vertikal, diharapkan produksi yang dicapai lebih tinggi dengan luasan lahan tanam yang lebih kecil.
Jumlah tenaga kerja pada pertanian di dalam green house pun relatif sedikit. Hal ini, dikarenakan tingkat kelelahan pekerja yang tergolong ringan. Berbeda dengan kegiatan bertani di sawah maupun ladang yang masih belum menggunakan mesin pertanian. Perbedaannya terjadi pada masa persiapan lahan, pengawasan tanaman, hingga panen yang dilakukan baik secara serentak maupun sebagian saja.
Budidaya di dalam green house bentuknya sangat beragam tetapi memiliki tujuan yang sama. Yakni, sebagai tempat produksi berbagai macam hasil bumi. Tingkat kerawanan pada produk dapat ditekan. Hasilnya, produksi meningkat dan harga dapat stabil.
Comments
Post a Comment