Skip to main content

Chicken layers and eggs

        Ayam biasanya diklasifikasikan pada jenis petelur atau pedaging tergantung pada tujuan penggunaannya. Jenis petelur (layers) adalah ayam yang dikembangkan untuk menghasilkan sejumlah besar telur. Mereka dapat menghasilkan telur putih atau coklat tergantung pada jenis indukannya. Ras ayam petelur juga dipertahankan agar menghasilkan telur tetas untuk produksi anak-ayam broiler (chick). Chick biasa digunakan untuk istilah bayi/anak ayam. (Burton, 2014)

         Setiap ayam betina dapat bertelur. Tetapi melalui seleksi pembiakan secara generatif, peternak melakukan pengandangan pada jenis ayam dengan tingkat produksi telur yang paling baik sehingga menghasilkan ayam petelur unggul yang sering kita jumpai sekarang ini. Beberapa indukan dapat dijadikan mesin produksi telur, menghasilkan satu butir telur atau lebih setiap hari pada dalam kurun waktu setahun hingga dua tahun pertama dengan penurunan frekuensi tiap kali ayam betina bertambah umurnya. Tipe seperti ini merupakan ayam yang pekerja keras, jinak, mempunyai karakter yang baik, dan layak dijadikan hewan yang dipelihara. Meskipun, beberapa ayam memiliki keunggulan masing-masing dibandingkan jenis lainnya. Semua ayam betina menghasilkan telur dengan frekuensi yang bervariasi. Terdapat beberapa pertentangan yang akhirnya menjadi kesalahpahaman, bahwa ayam betina tidak membutuhkan pejantan untuk dapat menghasilkan telur (tetapi harus ada pejantan agar telurnya fertil dan dapat menetas). Pada kondisi yang dijaga dengan baik, area yang gelap, kering, halus, dan box sarang yang nyaman ayam betina akan terus bertelur dengan baik sampai menjadi ayam afkir. (Urquhart, 2015)

          Konsumsi pakan menurun sekitar 2 hingga 3 jam sebelum ayam betina bertelur. Selama periode pra-bertelur ini, ayam betina sering gelisah dan disibukkan dengan perilaku yang berkaitan dengan sarang(nesting). Kebanyakan telur dihasilkan setelah mentari pagi muncul, sehingga aktivitas makan ayam betina sebelum bertelur cenderung ditekan selama pagi hari dan siap untuk konsumsi pakan yang lebih tinggi pada siang dan sore hari. Ayam petelur dan broiler komersial biasanya memiliki fotoperiode panjang yang mendorong masa istirahat atau tidur di tengah hari sehingga kebiasaan makan akan cenderung lebih terkonsentrasi di kemudian hari. (Bell, 2012)

          Statistik untuk produksi telur ayam bervariasi dan bergantung pada banyak hal, sekitar 69.7 juta metrik ton telur diproduksi di seluruh dunia tahun 2014. Amerika Selatan sendiri telah memproduksi 4.7 juta metrik ton (atau sekitar 6.75% dari total produksi dunia). Di antara 20 negara yang memproduksi telur terbanyak tahun 2013, Brazil dan Colombia masing-masing berada pada peringkat ke-7 dan ke-18. Akun perusahaan asal Brazil menjadi ke-2 terbesar dari 25 perusahaan produsen telur se-dunia berdasarkan pada ukuran layer-flocknya. Garis keturunan yang digunakan untuk ayam jenis petelur di negara-negara belahan Amerika Selatan antara lain; Hy-line (di negara Argentina, Bolivia, Brazil, Chile, Colombia, Ecuador, Paraguay, Peru, Uruguay, dan Venezuela), Lohmann (di negara Argentina, Brazil, Chile, Colombia, Paraguay, Peru, dan Venezuela), ISA (di negara Bolivia, Brazil, Chile, Colombia, Paraguay, Peru, dan Venezuela), Hysex (di negara Brazil dan Peru), Dekalb (di negara Brazil dan Uruguay), Lhom (di negara Brazil), H&N ( di negara Brazil, Colombia, Ecuador dan Paraguay), Shaver (di negara Chile), dan Bovans (di negara Peru dan Venezuela). (Ricke, 2016)

          Penerapan ilmu genetika yang canggih, penyediaan nutrisi, dan sistem manajemen yang baik memungkinkan ayam modern untuk mencapai puncak produksi telur per hari dari 96% (dalam kawanan), menghasilkan 320 telur dengan berat 63 g rata-rata pada lebih dari 12 bulan produksi (jenis indukan Hy-line W- 36 untuk Standar Kinerja Manual tahun 2012) dalam kondisi optimum. (Hester, 2016)


          Produksi telur organik dan teknik pemeliharaan luar kandang (free-range) telah meningkatkan pangsa pasar pada produksi telur secara umum yang konsisten dengan tren pada produk makanan lainnya. Meskipun, tren ini mendatar dalam beberapa tahun terakhir. Konsumen selalu tertarik untuk mengetahui (atau percaya) bahwa makanan mereka sedang diproduksi dalam kondisi yang meningkatkan kesejahteraan hewan. Hal ini, akhirnya merubah sebuah supermarket besar sehingga menerapkan tren seperti ini. (Brouwer, 2015)

DAFTAR PUSTAKA:
Bell D D, Weaver W D Jr, 2012. Commercial Chicken Meat and Egg Production 5th Edition. Kluwer Academic Publishers.
Brouwer D, 2015. Getting Started in Free Range Poultry: AgGuide - A Practical Handbook. Department of Primary Industries, NSW Government.
Burton L D, 2014. Agriscience: Fundamentals and Applications Sixth Edition. CENGAGE Learning. Stamford, USA.
Hester P Y, 2016. Egg Innovations and Strategies for Improvements. Academic Press, London, UK. Ricke S C, Gast R K, Producing Safe Eggs: Microbial Ecology of Salmonella. Academic Press, London, UK.
Urquhart K M, York D, 2015. The Suburban Chicken: The Guide to Keeping Healthy, Thriving Chickens in Your Backyard. I-5 Publishing, RRT.





Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan istilah kebun, sawah, ladang dan taman

     Kebun adalah istilah yang digunakan untuk menamai suatu bentangan lahan pertanian yang memiliki cakupan area yang luas. Karakteristik yang menonjol adalah komoditi yang ditanam sejenis dengan kapasitas pengelolaan lahan yang tinggi. Tenaga kerja tergolong ahli sehingga tiap orang dapat menangani area pertanian yang luas. Nama ini lebih sering kita jumpai dengan penyebutan kata "perkebunan".      Sawah adalah lahan pertanian terarah dengan komoditi pertaniannya didominasi tanaman-tanaman jenis serealia. Di Indonesia, lahan persawahan sangat dikenal dengan tanaman padinya. Lahan pertanian untuk tanaman serealia diusahakan pada bentangan yang datar karena jenis tanaman ini mudah rubuh jika terkena tiupan angin kencang.      Ladang adalah jenis tanah tidur yang masih dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dengan komoditi umumnya sejenis palawija. Tanaman palawija tahan terhadap cuaca yang cenderung kering. Ladang memiliki kelebihan karena lokasinya dapat ditempatkan

Legalisasi industri mebel

     Legalisasi (pengesahan) permebelan menjadi bukti bahwasanya produk yang dihasilkan dari proses pengolahan dalam kegiatan manufaktur bahan baku kayu olahan berasal dari jalur yang aman tanpa memberikan efek kerusakan pada alam seperti ilegal logging / pembalakan liar, pencurian kayu industri, penggelapan bahan baku perkayuan serta kegiatan yang berpotensi merusak alam lainnya. Berikut merupakan syarat dan data perizinan yang berlaku di Indonesia: A. Industri Mebel 1. Surat Izin Usaha Perdagangan / SIUP Landasan Hukum: Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 36/M-DAG/PER/9/2007 Persyaratan Permohonan Izin: untuk Perusahaan yang berbentuk CV. dan Firma, - Fotokopi Akta Notaris Pendirian Perusahaan / Akta Notaris yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri - Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/KTP Pemilik atau Pengurus atau Penanggungjawab Perusahaan - Surat Pernyataan dari Pemohon SIUP tentang lokasi usaha Perusahaan  - Foto Pemilik atau Pengurus atau Penang

Dekomposisi, Kontaminasi, Fermentasi dan Preservasi pada makanan

    Pembusukan / kerusakan produk makanan adakalanya berasal dari dekomposisi dan terkadang melalui kontaminasi zat tertentu. Keduanya mengalami perubahan kandungan nutrisi, tetapi dibedakan dengan adanya dekomposer dan zat kontaminan.     Dekomposer mengacu pada organisme yang dapat mempercepat terjadinya dekomposisi. Sedangkan, Zat kontaminan merupakan suatu zat yang tertambahkan dalam objek sehingga terjadi kontaminasi.     Organisme pendekomposisi diantaranya semut, belatung, jamur, dan bakteri. Perubahan nutrisi ditandai dengan berkurangnya protein terkandung akibat dekomposer dan muncul bau tidak sedap.     Kontaminasi bisa berasal dari organisme, zat kimia, maupun benda fisik yang jika termakan / dikonsumsi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi manusia. Gejala dan akibat yang ditimbulkan berbeda-beda, mulai dari mual hingga beresiko kanker.     Fermentasi pada umumnya, merupakan proses pengawetan dengan bantuan ragi. Glukosa dalam bahan baku makanan dirombak menghasil