Budidaya udang telah sering dilakukan berabad-abad lamanya di sekitar Asia. Awalnya, jalur migrasi benur liar di sekitar area pasang surut air laut dijadikan sentra pembiakan komoditi seperti bandeng (Canos chanos), belanak (Mugil sp.) dan beberapa ikan pesisir lainnya. Hingga di kemudian hari budidaya tambak udang telah dapat menghasilkan panen setidaknya 100-200 kg/ha/tahun tanpa adanya tambahan dari kegiatan penangkapan di alam bebas. (Sanz, 2010)
Sejarah budidaya udang yang berhabitat di laut belum terdokumentasikan dengan baik. Awal mula dilakukannya kegiatan budidaya udang air payau belum dapat dipastikan. Sejak zaman dahulu banyak ditemui telaga di wilayah Mediterania bahkan telah berumur ribuan tahun lamanya. Pada abad ke-15 Masehi telah banyak ditemukan media yang identik dipenuhi dengan ikan, udang, dan biota lainnya yang masuk melalui luapan air saat terjadinya air pasang. Benih ini selanjutnya dipindahkan ke kolam-kolam mata air agar terhindar dari sejumlah predator dan meminimalisir terjadinya persaingan. Pertumbuhan benih tersebut memerlukan beberapa waktu hingga dilakukan pemanenan. Metode seperti ini dikenal dengan istilah catch & hold (tangkap dan pelihara) dan masih umum digunakan hingga saat ini. Dengan intensitas penggunaan lahan dan pengeluaran tenaga kerja yang rendah, biaya pembenahan tambak diperkecil, maka kegiatan seperti ini masih tetap menguntungkan dengan resiko (kerusakan lingkungan dan kegagalan produksi) yang rendah. (Fast, 2013)
Budidaya udang air tawar merupakan usaha pembesaran yang dilakukan pada suatu area pemeliharaan terpadu. Bibit udang diperoleh dari usaha pencarian dan penangkapan dari alam lepas. Hal ini dilakukan juga pada jenis krustacea lainnya (seperti: Penaeus sp. dan Metapenaeus sp.) serta ikan yang kemudian dipelihara pada area tambak pasang-surut (dekat pantai) atau lahan persawahan. Kegiatan ini sering dilakukan di daerah sub kontinen India dan Malaysia beberapa waktu lalu. Budidaya secara modern baru dilakukan pada tahun 1960-an. Dua ilmuan bernama Costello (1979) dan Ling (1977) mengingatkan kembali tentang percobaan pemeliharaan larva udang oleh ahli biologi perikanan di masa itu tetapi berakhir kegagalan. Hingga pada tahun 1961, perubahan besar dicapai oleh Lembaga Penelitian Perikanan (Marine Fisheries Research Institute) di Penang, Malaysia. Ketika itu, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) bersama seorang ahli bernama Shao-Wen Ling menemukan bahwa larva udang air tawar (M. rosenbergii) memerlukan kondisi air payau untuk dapat bertahan hidup. (New, 2009)
Beberapa ahli zoologi mengenal dua sub-spesies pada spesies udang galah (M. rosenbergii) yang terbagi dengan persebaran area barat dan timur. Wilayah barat meliputi pantai timur India, Teluk Benggala, Teluk Thailand, Malaysia, dan bagian barat negara Indonesia (Sumatra, Jawa dan Kalimantan). Wilayah timur meliputi Filiphina, Indonesia Timur (Sulawesi dan Papua), Papua Nugini serta Australia Utara. Batasan secara rinci belum dapat dipastikan. Garis pemisah yang paling mendekati dimulai dari bagian barat Filiphina ke arah selatan diantara pulau Kalimantan dan Sulawesi dan berakhir di pulau Jawa dan dangkalan Sunda. Studi secara mendalam yang diarahkan pada daerah antara pulau Kalimantan dengan Papua Nugini, dan antara pulau Jawa dengan Australia sangat diperlukan agar sub-spesies tersebut dapat diakui. (New, 2008)
Kapasitas udang hasil budidaya pada komoditi perdagangan sekarang ini telah melebihi jumlah pasokan udang tangkap. Periode sebelum tahun 1990-an, sekitar 70% udang konsumsi merupakan hasil tangkapan dari laut lepas. Di tahun 2000, sekitar 50% udang konsumsi berasal dari hasil budidaya tambak. Hingga tahun 2009, hampir 70%-nya tak pernah melihat lautan lagi karena dibesarkan pada area tambak di negara China, Thailand, Vietnam, India, Taiwan, Ekuador, Meksiko, dan negara-negara Asia dan Amerika Latin lainnya, serta Australia. Udang harimau (black-and-white tiger prawn) berasal dari daerah bakau di sekitar samudera Pasifik. Penaeus monodon (giant tiger prawn) yang banyak dibudidayakan di daerah Asia merupakan udang air tawar berukuran besar. Macrobrachium rosenbergii dan udang putih Amerika Selatan (Penaues vannamei) banyak dibudidayakan dengan rumah kaca di sekitar Colorado, Kansas, Alabama, dan Maryland, serta kolam dan tambak di Amerika Tengah dan Selatan. (Rudloe, 2009)
Daftar Pustaka:
Fast A W, Lester L J, 2013. Marine Shrimp Culture: Principles and Practices. Elsevier Science B. V.
New M B, Valenti W C, 2008. Freshwater Prawn Culture: The Farming of Macrobrachium Rosenbergii. Blackwell Science Ltd.
New M B, Valenti W C, Tidwell J H, D'Abramo L R, Kutty M N, 2009. Freshwater Prawns: Biology and Farming. Wiley-Blackwell, A John Wiley & Sons, Ltd., Publication.
Rudloe J, Rudloe A, 2009. Shrimp: The Endless Quest for Pink Gold. FT Press, Upper Saddle River, New Jersey.
Sanz V A, 2010. The Shrimp Book. Nottingham University Press, UK.
Sejarah budidaya udang yang berhabitat di laut belum terdokumentasikan dengan baik. Awal mula dilakukannya kegiatan budidaya udang air payau belum dapat dipastikan. Sejak zaman dahulu banyak ditemui telaga di wilayah Mediterania bahkan telah berumur ribuan tahun lamanya. Pada abad ke-15 Masehi telah banyak ditemukan media yang identik dipenuhi dengan ikan, udang, dan biota lainnya yang masuk melalui luapan air saat terjadinya air pasang. Benih ini selanjutnya dipindahkan ke kolam-kolam mata air agar terhindar dari sejumlah predator dan meminimalisir terjadinya persaingan. Pertumbuhan benih tersebut memerlukan beberapa waktu hingga dilakukan pemanenan. Metode seperti ini dikenal dengan istilah catch & hold (tangkap dan pelihara) dan masih umum digunakan hingga saat ini. Dengan intensitas penggunaan lahan dan pengeluaran tenaga kerja yang rendah, biaya pembenahan tambak diperkecil, maka kegiatan seperti ini masih tetap menguntungkan dengan resiko (kerusakan lingkungan dan kegagalan produksi) yang rendah. (Fast, 2013)
Budidaya udang air tawar merupakan usaha pembesaran yang dilakukan pada suatu area pemeliharaan terpadu. Bibit udang diperoleh dari usaha pencarian dan penangkapan dari alam lepas. Hal ini dilakukan juga pada jenis krustacea lainnya (seperti: Penaeus sp. dan Metapenaeus sp.) serta ikan yang kemudian dipelihara pada area tambak pasang-surut (dekat pantai) atau lahan persawahan. Kegiatan ini sering dilakukan di daerah sub kontinen India dan Malaysia beberapa waktu lalu. Budidaya secara modern baru dilakukan pada tahun 1960-an. Dua ilmuan bernama Costello (1979) dan Ling (1977) mengingatkan kembali tentang percobaan pemeliharaan larva udang oleh ahli biologi perikanan di masa itu tetapi berakhir kegagalan. Hingga pada tahun 1961, perubahan besar dicapai oleh Lembaga Penelitian Perikanan (Marine Fisheries Research Institute) di Penang, Malaysia. Ketika itu, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) bersama seorang ahli bernama Shao-Wen Ling menemukan bahwa larva udang air tawar (M. rosenbergii) memerlukan kondisi air payau untuk dapat bertahan hidup. (New, 2009)
Beberapa ahli zoologi mengenal dua sub-spesies pada spesies udang galah (M. rosenbergii) yang terbagi dengan persebaran area barat dan timur. Wilayah barat meliputi pantai timur India, Teluk Benggala, Teluk Thailand, Malaysia, dan bagian barat negara Indonesia (Sumatra, Jawa dan Kalimantan). Wilayah timur meliputi Filiphina, Indonesia Timur (Sulawesi dan Papua), Papua Nugini serta Australia Utara. Batasan secara rinci belum dapat dipastikan. Garis pemisah yang paling mendekati dimulai dari bagian barat Filiphina ke arah selatan diantara pulau Kalimantan dan Sulawesi dan berakhir di pulau Jawa dan dangkalan Sunda. Studi secara mendalam yang diarahkan pada daerah antara pulau Kalimantan dengan Papua Nugini, dan antara pulau Jawa dengan Australia sangat diperlukan agar sub-spesies tersebut dapat diakui. (New, 2008)
Kapasitas udang hasil budidaya pada komoditi perdagangan sekarang ini telah melebihi jumlah pasokan udang tangkap. Periode sebelum tahun 1990-an, sekitar 70% udang konsumsi merupakan hasil tangkapan dari laut lepas. Di tahun 2000, sekitar 50% udang konsumsi berasal dari hasil budidaya tambak. Hingga tahun 2009, hampir 70%-nya tak pernah melihat lautan lagi karena dibesarkan pada area tambak di negara China, Thailand, Vietnam, India, Taiwan, Ekuador, Meksiko, dan negara-negara Asia dan Amerika Latin lainnya, serta Australia. Udang harimau (black-and-white tiger prawn) berasal dari daerah bakau di sekitar samudera Pasifik. Penaeus monodon (giant tiger prawn) yang banyak dibudidayakan di daerah Asia merupakan udang air tawar berukuran besar. Macrobrachium rosenbergii dan udang putih Amerika Selatan (Penaues vannamei) banyak dibudidayakan dengan rumah kaca di sekitar Colorado, Kansas, Alabama, dan Maryland, serta kolam dan tambak di Amerika Tengah dan Selatan. (Rudloe, 2009)
Daftar Pustaka:
Fast A W, Lester L J, 2013. Marine Shrimp Culture: Principles and Practices. Elsevier Science B. V.
New M B, Valenti W C, 2008. Freshwater Prawn Culture: The Farming of Macrobrachium Rosenbergii. Blackwell Science Ltd.
New M B, Valenti W C, Tidwell J H, D'Abramo L R, Kutty M N, 2009. Freshwater Prawns: Biology and Farming. Wiley-Blackwell, A John Wiley & Sons, Ltd., Publication.
Rudloe J, Rudloe A, 2009. Shrimp: The Endless Quest for Pink Gold. FT Press, Upper Saddle River, New Jersey.
Sanz V A, 2010. The Shrimp Book. Nottingham University Press, UK.
Comments
Post a Comment