Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dengan jalur swasembada maka harus terlebih dahulu memahami perbedaan antara sikap eksploit dan pemberdayaan alam. Eksploitasi didasari oleh visi ekonomi dimana profit menjadi satu-satunya tujuan dari kegiatan tersebut. Sedangkan pemberdayaan memiliki visi sosial untuk menyejahterakan tanpa menimbulkan kerusakan yang berimbas pada terhentinya proses produksi dalam lingkup kerja pertanian.
Eksploitasi menggunakan cara-cara yang destruktif. Mulai dari illegal logging, pembakaran hutan, pemburuan satwa liar dari habitatnya, bahkan pengambil-alihan baik sementara maupun jangka panjang lahan rakyat pribumi. Kegiatan yang dilakukan dengan eksploitasi bahkan hampir tidak terjadi di zaman penjajahan kolonial terkecuali pengambilalihan kekuasaan lahan dari rakyat pribumi. Hal ini sangat merugikan negara karena kekayaan alam daerah tropis ini lebih mahal dari sekedar profit yang didapatkan. Hal ini termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pada poin e menjelaskan "bahwa perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum".
Pemberdayaan sumber daya alam sebagaimana yang berkembang di masa ini menuntut kematangan dan sikap dewasa para petani dalam mengolah lahan sebagai bagian dari alam. Hutan merupakan warisan yang tak ternilai harganya dan sudah semestinya petani ikut menjaganya. Kegiatan pertanian dilakukan tanpa merusak hutan tropis yang tersebar dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Bila perlu kegiatan perluasan hutan dapat disosialisasikan sehingga pemerintah dan masyarakat dapat bekerjasama melindungi keberlangsungan hutan.
Eksploitasi menggunakan cara-cara yang destruktif. Mulai dari illegal logging, pembakaran hutan, pemburuan satwa liar dari habitatnya, bahkan pengambil-alihan baik sementara maupun jangka panjang lahan rakyat pribumi. Kegiatan yang dilakukan dengan eksploitasi bahkan hampir tidak terjadi di zaman penjajahan kolonial terkecuali pengambilalihan kekuasaan lahan dari rakyat pribumi. Hal ini sangat merugikan negara karena kekayaan alam daerah tropis ini lebih mahal dari sekedar profit yang didapatkan. Hal ini termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pada poin e menjelaskan "bahwa perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum".
Pemberdayaan sumber daya alam sebagaimana yang berkembang di masa ini menuntut kematangan dan sikap dewasa para petani dalam mengolah lahan sebagai bagian dari alam. Hutan merupakan warisan yang tak ternilai harganya dan sudah semestinya petani ikut menjaganya. Kegiatan pertanian dilakukan tanpa merusak hutan tropis yang tersebar dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Bila perlu kegiatan perluasan hutan dapat disosialisasikan sehingga pemerintah dan masyarakat dapat bekerjasama melindungi keberlangsungan hutan.
Comments
Post a Comment