Kriteria sampah kota didominasi dengan tujuh puluh persen berbahan baku organik
sementara sisanya dua puluh persen berbahan plastik dan sepuluh persen berbahan
logam dan botol kaca.
Di luar kriteria di atas, seperti B3 Bahan Berbahaya dan Beracun tidak
digolongkan ke dalam sampah perkotaan karena penanganannya dibedakan dan
diperlakukan secara khusus. Pencemaran akibat sampah B3 sangat berdampak
sehingga proses pembasmiannya dijauhkan dari udara bebas dan aliran air.
Penanganan sampah non-organik seperti plastik, logam dan bahan kaca secara metodis
sudah hampir teratasi. Pertama, sampah non-organik dipisahkan dari sampah organik
kemudian dipilah berdasarkan bahan baku masing-masing dan dipecah dengan mesin
pemecah. Sampah Non-Organik yang telah berukuran kecil kemudian dibersihkan dengan
mesin pencuci berukuran besar hingga bersih dari kotoran. Pada tahap ini bahan
baku sudah tidak dianggap sampah karena bernilai-jual. Standar Internasional
didasarkan pada ukuran dan keseragaman. Oleh karenanya pabrik pengolahan sering
kali menggunakan mesin oven agar terbentuk biji-biji (logam,plastik,kaca) yang
seukuran dan seragam.
Penanganan sampah organik terdapat dua sistem pengolahan;
Pertama, pengomposan. Yakni, sampah organik difermentasi dengan bakteri dan
mikroba alami yang tumbuh pada suhu dan kelembapan terukur sekitar dua minggu
hingga satu bulan lamanya.
Kendala pada proses pengomposan adalah ukuran lahan yang terbatas. Oleh karenanya
dibentuklah sistem terpadu pada tahap pengolahan dan distribusi kompos dari bahan
baku sampah kota ini.
Pengolahan kompos dimulai dengan pemisahan bahan baku organik dari lumbung sampah
kota. Sampah organik dapat didistribusikan langsung ke sentra penanaman sebagai
bahan mentah kompos atau dilakukan pengolahan agar menjadi produk setengah jadi
atau kompos jadi terlebih dahulu. Pilihan I dilakukan apabila lahan Sentra
Pengolahan Sampah minim dan menangani sampah yang over-capacity. Pilihan II
dilakukan apabila Sentra Penanaman / Kelompok Tani enggan menerima bahan baku
kompos yang masih baru karena berpotensi menimbulkan bau yang menyengat dan mengundang
kerumunan lalat yang dapat merugikan petani.
Kedua, incinerator. Yakni, menggunakan sampah organik sebagai bahan baku pembakaran
pada Unit Pembangkit Listrik. Unsur Karbon dan Nitrogen dalam sampah organik kering
akan menghasilkan kalor yang digunakan untuk proses steaming. Uap air yang dihasilkan
secara berkelanjutan digunakan untuk memutar generator hingga dapat menghasilkan
energi listrik.
sementara sisanya dua puluh persen berbahan plastik dan sepuluh persen berbahan
logam dan botol kaca.
Di luar kriteria di atas, seperti B3 Bahan Berbahaya dan Beracun tidak
digolongkan ke dalam sampah perkotaan karena penanganannya dibedakan dan
diperlakukan secara khusus. Pencemaran akibat sampah B3 sangat berdampak
sehingga proses pembasmiannya dijauhkan dari udara bebas dan aliran air.
Penanganan sampah non-organik seperti plastik, logam dan bahan kaca secara metodis
sudah hampir teratasi. Pertama, sampah non-organik dipisahkan dari sampah organik
kemudian dipilah berdasarkan bahan baku masing-masing dan dipecah dengan mesin
pemecah. Sampah Non-Organik yang telah berukuran kecil kemudian dibersihkan dengan
mesin pencuci berukuran besar hingga bersih dari kotoran. Pada tahap ini bahan
baku sudah tidak dianggap sampah karena bernilai-jual. Standar Internasional
didasarkan pada ukuran dan keseragaman. Oleh karenanya pabrik pengolahan sering
kali menggunakan mesin oven agar terbentuk biji-biji (logam,plastik,kaca) yang
seukuran dan seragam.
Penanganan sampah organik terdapat dua sistem pengolahan;
Pertama, pengomposan. Yakni, sampah organik difermentasi dengan bakteri dan
mikroba alami yang tumbuh pada suhu dan kelembapan terukur sekitar dua minggu
hingga satu bulan lamanya.
Kendala pada proses pengomposan adalah ukuran lahan yang terbatas. Oleh karenanya
dibentuklah sistem terpadu pada tahap pengolahan dan distribusi kompos dari bahan
baku sampah kota ini.
Pengolahan kompos dimulai dengan pemisahan bahan baku organik dari lumbung sampah
kota. Sampah organik dapat didistribusikan langsung ke sentra penanaman sebagai
bahan mentah kompos atau dilakukan pengolahan agar menjadi produk setengah jadi
atau kompos jadi terlebih dahulu. Pilihan I dilakukan apabila lahan Sentra
Pengolahan Sampah minim dan menangani sampah yang over-capacity. Pilihan II
dilakukan apabila Sentra Penanaman / Kelompok Tani enggan menerima bahan baku
kompos yang masih baru karena berpotensi menimbulkan bau yang menyengat dan mengundang
kerumunan lalat yang dapat merugikan petani.
Kedua, incinerator. Yakni, menggunakan sampah organik sebagai bahan baku pembakaran
pada Unit Pembangkit Listrik. Unsur Karbon dan Nitrogen dalam sampah organik kering
akan menghasilkan kalor yang digunakan untuk proses steaming. Uap air yang dihasilkan
secara berkelanjutan digunakan untuk memutar generator hingga dapat menghasilkan
energi listrik.
Comments
Post a Comment