Burung yang endemik dengan pulau Jawa di Negara Kesatuan Republik Indonesia, elang ini secara luas tersebar di hutan-hutan primer. Range/luas tempat tinggal-nya berkisar 400 hektar. Elang dewasa seringkali tinggal menetap sehingga penyebarannya dilakukan oleh burung-burung muda yang berpencar mencari area tangkap secara mandiri. Elang Jawa akan mencapai umur dewasa pada tahun ke-3 atau ke-4 dari sejak usia menetas dan akan memiliki pasangan sejati untuk seumur hidup, berkembang-biak tap 2 (dua) tahun sekali terutama pada kurun waktu bulan Januari-Juli. Kehilangan habitat aslinya dan degradasi merupakan ancaman terbesar bagi keberlangsungan populasi elang jawa. Pengangkatan statusnya sebagai 'Burung Nasional' pun yang dikhususkan terhadap Elang Jawa ini disinyalir juga meningkatkan resiko penangkapan dari alam dengan tujuan diperdagangkan. Rencana untuk me-recovery/pemulihan sudah ada, inisiatif masyarakat lokal dan meningkatnya kesadaran telah membantu perlindungan sarang dari penjarahan. Program penangkarannya bagi elang yang ditemukan dari hasil perburuan liar pun telah dibentuk walaupun tingkat keberhasilannya masih pada taraf yang rendah. (Hirschfeld, 2013)
Dasar Hukum: Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya.
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Tujuan Konservasi Sumber Daya Alam hayati
adalah untuk melestarikan keragaman sumber daya alam hayati sehingga keseimbangan ekosistem alam dapat terus terjaga. Kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan, yakni: alam, sarana-prasarana dan segala bentuk apapun yang menunjang kehidupan satwa ini.
b. Pengawetan satwa beserta ekosistemnya
c. Pemanfaatan satwa secara lestari, tanpa mengurangi kapasitasnya sebagai anggota suatu ekosistem.
Kegiatan ini bukan dikhususkan oleh pemerintah saja, masyarakat juga dapat melakukan konservasi yang biasanya dilakukan secara eks-situ/diluar habitat asalkan memenuhi syarat lahan dan lain-lain serta memiliki pendamping dari segi kesehatan satwa atau petugas veteriner unggas.
Contoh kegiatan in-situ yang biasanya dilakukan pemerintah atau tenaga ahli dan profesional:
- Identifikasi satwa, pengumpulan data secara menyeluruh terkait dengan satwa yang dilindungi ini sehingga dapat diketahui tata cara pengelolaan lanjutan.
- Inventarisasi satwa, pengelolaan data yang telah terkumpul yang hasilnya didokumentasikan.
- Pemantauan satwa, mengamati perkembangan satwa selama kurun waktu menetas hingga dewasa dan saat melakukan perkembangbiakan.
- Pembinaan habitat dan populasi, menyesuaikan habitat yang telah mengalami perubahan kontur tanah dan lainnya sehingga kembali sesuai dengan kondisi awal sebelum terjadi kerusakan alam dengan mempertahankan kondisi alam yang belum rusak dan menggunakan pohon dan tumbuhan setempat bukan eksotik.
- Penyelamatan jenis satwa, melindungi dan mengobati satwa yang terkena gangguan fisik/mental dan penyakit yang terjangkit saat berada di alam liar.
- Pengkajian, penelitian dan pengembangan satwa lanjutan atas izin Menteri terkait. Hasil kajiannya kemudian diberitahukan kepada pemerintah agar didokumentasikan oleh dinas atau lembaga yang bersangkutan dengan
Sedangkan kegiatan eks-situ yang juga dapat diikutsertakan ke ranah publik atau masyarakat luas setelah memenuhi persyaratan kelayakan kandang dan kesehatan satwa, antara lain:
- Pemeliharaan satwa, memelihara satwa yang dibeli dengan jalur legal bukan hasil tangkapan alam dan memiliki sertifikat kelahiran dari suatu penangkaran. Kesehatan satwa ini harus selalu dijaga dan diperhatikan, makanan disesuaikan dengan kemampuan cerna satwa dan tiap beberapa bulan dilakukan pengecekan oleh dokter hewan.
- Pengembangbiakan satwa, mengembangbiakkan satwa yang telah dipelihara cukup lama (lanjutan dari pemeliharaan satwa yang didapat dengan cara legal). Jika satwa yang dipelihara jumlahnya banyak dan jenis kelaminnya beragam. Kegiatan pembiakan dapat menghasilkan perbanyakan populasi satwa dilindungi sehingga juga disarankan bagi para pemelihara yang berminat. Anakan yang menetas dari indukan sebagai hasil pembiakan ini langsung diajukan sertifikasi-nya kepada dinas terkait dan setelah terdaftar maka si pembiak satwa ini diberi sertifikat satwa per individu yang diajukan.
Syarat dan Kewajiban yang harus dipenuhi oleh penangkar satwa dilindungi:
[PP RI No.8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar]
Syarat:
- Mempunyai tenaga ahli yang aktif
- Kandang penangkaran yang layak
- Membuat proposal kerja penangkaran
Kewajiban:
- Membuat buku induk tentang objek yang ditangkarkan
- Melakukan penandaan / sertifikasi untuk setiap individu yang ada di penangkaran
- Menyampaikan laporan kegiatan berkala pada pemerintah
Perdagangan secara komersial satwa-satwa dilindungi seperti Elang Jawa tanpa adanya izin usaha yang jelas dianggap sebagai kegiatan terlarang. Objek yang diperjual-belikan tanpa adanya sertifikat satwa dianggap ilegal selanjutnya akan disita oleh Balai Koservasi Sumber Daya Alam a.k.a BKSDA. Untuk mendapatkan sertifikat ini, satwa harus berasal dari keturunan kedua dan seterusnya dari satwa liar dilindungi. Penandaan yang dilakukan pada satwa dilindungi dianggap sebagai cara mendapatkan pelegalan dan selanjutnya boleh diperdagangkan setelah izin usaha perdagangan satwa tidak dilindungi didapat. Satwa yang memiliki sertifikat asli boleh dikatakan tidak dilindungi karena berasal dari kegiatan pengembangbiakan di penangkaran. Satwa ini dapat diperjual-belikan dengan disertakan sertifikat satwanya agar pembeli mengetahui satwa tersebut berasal dari hasil tangkar dan bukan hasil tangkap/buruan.
Syarat perdagangan yang wajib dipenuhi:
- Elang Jawa harus berasal dari kegiatan tangkar dan bersertifikat. Satwa dari hasil tangkapan dianggap ilegal karena statusnya masih merupakan satwa dilindungi.
- Kegiatan perdagangan dilakukan oleh Badan Usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia dan telah mendapat rekomendasi Menteri.
- Memiliki fasilitas penampungan dengan memperhatikan kenyamanan satwa dan memenuhi syarat teknis.
- Menyusun rancangan kerja tahunan usaha perdagangan satwa.
- Menyampaikan laporan pelaksanaan pada pihak terkait.
Apabila salah satu syarat saja tidak dipenuhi usaha perdagangan satwa ini dianggap bermasalah. Terlebih jika berkaitan dengan sistem penandaan satwa maupun izin usaha perdagangan satwa, karena pada tahap ini banyak pelaku usaha yang bersangkutan dengan jerat hukum. Bagaimanapun penangkaran yang tidak memiliki izin kerja, perdagangan tanpa sertifikat asli satwa dan pemeliharaan satwa yang tidak dilakukan dengan hati-hati akan berakibat buruk pada pemilik dan satwa itu sendiri. Sehingga pemerintah memberikan payung hukum yang jelas terkait satwa yang keberadaannya semakin terbatas ini.
Daftar Pustaka
Hirschfeld E, Swash A, Still R, 2013.The World's Rarest Birds. Princeton University Press, Inggris.
www.peraturan.go.id
http://viqarchu.blogspot.co.id/2012/07/pembinaan-habitat-satwa-liar-di-kawasan_9445.html diakses 16 April 2018 pukul 11.14 a.m WIB.
Dasar Hukum: Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya.
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Tujuan Konservasi Sumber Daya Alam hayati
adalah untuk melestarikan keragaman sumber daya alam hayati sehingga keseimbangan ekosistem alam dapat terus terjaga. Kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan, yakni: alam, sarana-prasarana dan segala bentuk apapun yang menunjang kehidupan satwa ini.
b. Pengawetan satwa beserta ekosistemnya
c. Pemanfaatan satwa secara lestari, tanpa mengurangi kapasitasnya sebagai anggota suatu ekosistem.
Kegiatan ini bukan dikhususkan oleh pemerintah saja, masyarakat juga dapat melakukan konservasi yang biasanya dilakukan secara eks-situ/diluar habitat asalkan memenuhi syarat lahan dan lain-lain serta memiliki pendamping dari segi kesehatan satwa atau petugas veteriner unggas.
Contoh kegiatan in-situ yang biasanya dilakukan pemerintah atau tenaga ahli dan profesional:
- Identifikasi satwa, pengumpulan data secara menyeluruh terkait dengan satwa yang dilindungi ini sehingga dapat diketahui tata cara pengelolaan lanjutan.
- Inventarisasi satwa, pengelolaan data yang telah terkumpul yang hasilnya didokumentasikan.
- Pemantauan satwa, mengamati perkembangan satwa selama kurun waktu menetas hingga dewasa dan saat melakukan perkembangbiakan.
- Pembinaan habitat dan populasi, menyesuaikan habitat yang telah mengalami perubahan kontur tanah dan lainnya sehingga kembali sesuai dengan kondisi awal sebelum terjadi kerusakan alam dengan mempertahankan kondisi alam yang belum rusak dan menggunakan pohon dan tumbuhan setempat bukan eksotik.
- Penyelamatan jenis satwa, melindungi dan mengobati satwa yang terkena gangguan fisik/mental dan penyakit yang terjangkit saat berada di alam liar.
- Pengkajian, penelitian dan pengembangan satwa lanjutan atas izin Menteri terkait. Hasil kajiannya kemudian diberitahukan kepada pemerintah agar didokumentasikan oleh dinas atau lembaga yang bersangkutan dengan
Sedangkan kegiatan eks-situ yang juga dapat diikutsertakan ke ranah publik atau masyarakat luas setelah memenuhi persyaratan kelayakan kandang dan kesehatan satwa, antara lain:
- Pemeliharaan satwa, memelihara satwa yang dibeli dengan jalur legal bukan hasil tangkapan alam dan memiliki sertifikat kelahiran dari suatu penangkaran. Kesehatan satwa ini harus selalu dijaga dan diperhatikan, makanan disesuaikan dengan kemampuan cerna satwa dan tiap beberapa bulan dilakukan pengecekan oleh dokter hewan.
- Pengembangbiakan satwa, mengembangbiakkan satwa yang telah dipelihara cukup lama (lanjutan dari pemeliharaan satwa yang didapat dengan cara legal). Jika satwa yang dipelihara jumlahnya banyak dan jenis kelaminnya beragam. Kegiatan pembiakan dapat menghasilkan perbanyakan populasi satwa dilindungi sehingga juga disarankan bagi para pemelihara yang berminat. Anakan yang menetas dari indukan sebagai hasil pembiakan ini langsung diajukan sertifikasi-nya kepada dinas terkait dan setelah terdaftar maka si pembiak satwa ini diberi sertifikat satwa per individu yang diajukan.
Syarat dan Kewajiban yang harus dipenuhi oleh penangkar satwa dilindungi:
[PP RI No.8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar]
Syarat:
- Mempunyai tenaga ahli yang aktif
- Kandang penangkaran yang layak
- Membuat proposal kerja penangkaran
Kewajiban:
- Membuat buku induk tentang objek yang ditangkarkan
- Melakukan penandaan / sertifikasi untuk setiap individu yang ada di penangkaran
- Menyampaikan laporan kegiatan berkala pada pemerintah
Perdagangan secara komersial satwa-satwa dilindungi seperti Elang Jawa tanpa adanya izin usaha yang jelas dianggap sebagai kegiatan terlarang. Objek yang diperjual-belikan tanpa adanya sertifikat satwa dianggap ilegal selanjutnya akan disita oleh Balai Koservasi Sumber Daya Alam a.k.a BKSDA. Untuk mendapatkan sertifikat ini, satwa harus berasal dari keturunan kedua dan seterusnya dari satwa liar dilindungi. Penandaan yang dilakukan pada satwa dilindungi dianggap sebagai cara mendapatkan pelegalan dan selanjutnya boleh diperdagangkan setelah izin usaha perdagangan satwa tidak dilindungi didapat. Satwa yang memiliki sertifikat asli boleh dikatakan tidak dilindungi karena berasal dari kegiatan pengembangbiakan di penangkaran. Satwa ini dapat diperjual-belikan dengan disertakan sertifikat satwanya agar pembeli mengetahui satwa tersebut berasal dari hasil tangkar dan bukan hasil tangkap/buruan.
Syarat perdagangan yang wajib dipenuhi:
- Elang Jawa harus berasal dari kegiatan tangkar dan bersertifikat. Satwa dari hasil tangkapan dianggap ilegal karena statusnya masih merupakan satwa dilindungi.
- Kegiatan perdagangan dilakukan oleh Badan Usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia dan telah mendapat rekomendasi Menteri.
- Memiliki fasilitas penampungan dengan memperhatikan kenyamanan satwa dan memenuhi syarat teknis.
- Menyusun rancangan kerja tahunan usaha perdagangan satwa.
- Menyampaikan laporan pelaksanaan pada pihak terkait.
Apabila salah satu syarat saja tidak dipenuhi usaha perdagangan satwa ini dianggap bermasalah. Terlebih jika berkaitan dengan sistem penandaan satwa maupun izin usaha perdagangan satwa, karena pada tahap ini banyak pelaku usaha yang bersangkutan dengan jerat hukum. Bagaimanapun penangkaran yang tidak memiliki izin kerja, perdagangan tanpa sertifikat asli satwa dan pemeliharaan satwa yang tidak dilakukan dengan hati-hati akan berakibat buruk pada pemilik dan satwa itu sendiri. Sehingga pemerintah memberikan payung hukum yang jelas terkait satwa yang keberadaannya semakin terbatas ini.
Daftar Pustaka
Hirschfeld E, Swash A, Still R, 2013.The World's Rarest Birds. Princeton University Press, Inggris.
www.peraturan.go.id
http://viqarchu.blogspot.co.id/2012/07/pembinaan-habitat-satwa-liar-di-kawasan_9445.html diakses 16 April 2018 pukul 11.14 a.m WIB.
Comments
Post a Comment